Kutitip Surat untukmu
Jika seandainya suatu ucapan diterima oleh telinga maka ucapan hati diterima oleh hati.Ucapan yg keluar dari kalbu diterima oleh kalbu juga dan tidak ada ucapan yang ikhlas, ucapan yang bersih sebagaimana ucapan yang ditulis dari hati dan kalbu yang ikhlas.
Ucapan yang dituliskan seorang ibu kepada anaknya, kajian ini diberi judul Kutitip Surat Ini Untukmu.
Yaitu seorang ibu menuliskan suratnya kepada anaknya yang telah dewasa dan berumah tangga yang telah mendapatkan pendamping hidup dan telah merasakan kehidupan yang baru, surat tersebut dituliskannya dengan hati dan dititipkan kepada anaknya.Surat yang ditulis cinta dan didorong dengan rasa kasih sayang, kajian ini membahas apa isi surat ibu tersebut dan apa jawaban dari sang anak.
Surat ini ditulis oleh seorang ibu dalam bahasa arab dimana dia memiliki anak yag baru menikah, kemudian saya format dengan bahasa kita untuk dimudahan. Apa kata Ibu tersebut??
“Untuk Anakku yang kusayangi di bumi Allah ta’ala,
“Segala puji Ibu panjatkan kehadirat Allahu ta’ala yg memudahakan ibu beribadah kepadanya, sholawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad sholallahu wa’alaihi wassalam beserta keluarganya.”
“Wahai Anakku, surat ini datang dari Ibumu yg selalu dirudung sengsara. Setelah berpikir panjang Ibu mencoba menulis dan menggoreskan pena sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri, setiap kali menulis setiap itu pula gores tulisan tehalangi oleh tangis, dan setiap kali menitikkan air mata maka setiap itu pula hati teluka”.
“Wahai Anakku sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki cerdas dan bijak karnanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nanti engkau remas kertas ini lalu engkau robek-robek sebagaimana sebelumnya telah engkau remas hati ibu lalu engkau robek pula perasaannya”.
“Wahai Anakku 25 tahun telah berlalu dan tahun-tahun itu merupakan tahun-tahun kebahagiaan dalam hidupku.Sewaktu ketika, dokter datang untuk menyampaiikan tentang kehamilan, dan semua ibu mengerti benar arti kalimat tersebut, bercampur gembira dan bahagia dalam diri ini sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik ibu. Semenjak kabar itu, ibu membawamu selama 9 bulan, tidur, berdiri, makan, dan bernafas dalam kesulitan, akan tetapi itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku malah bertambah seiring berjalannya waktu.Aku mengandungmu anakkku dalam kondisi lemah diatas lemah, bersamaan dengan itu aku begitu gembira tatakala merasakan terjangan kakimu atau balikkan badanmu diperutku, aku mersaa puas setiap menimbang diriku karena semakin hari semakin berat perutku, berarti dengan begitu engkau sehat wal afiat didalam rahimku Anakku. Penderitaan yang berkepanjangan yang menderaku sampailah pada fajar saat itu, yang aku tidak bisa tidur, Aku merasakan sakit yang tidak tertahankan dan rasa takut yang tak bisa dilukiskan. Sakit itu berlanjut sehingga membuat diriku tak bisa menangis,sebanayak itu pula aku melihat kematianku hingga tiba waktunya engkau keluar.Engkau lahir bercampur air mata kebahagianku dengan air mata tangismu, ketika engkau lahir menetes air mataku.Mata bahagia itu dan sirna keletihan dan kesediahan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku kepadamu semakin betambah dengan bertambah kuatnya sakit.Aku raih dirimu sebelum Aku raih minuman, Aku peluk, Aku cium dirimu sebelum meneguk satu tetes air kedalam kerongkonganku”.
“Wahai Anakku telah berlalu tahun dari usiamu, aku membawamu dengan hatiku, aku memandikanmun dengan kedua tanganku, sari pati hidupku aku berikan untukmu, aku tidak tidur demi tidurmu aku berletih demi kebahagiaanmu, harapanku ada setiap harinya agar aku bisa melihat senyumanmu.Kenahagianku setiap saat adalah permintaanmu yg aku bisa perbuat untukmu, itulah kebahagiaanku.Lalu berlalulah waktu, hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu yang tak pernah lalai, menjadi dayang mu yg tak pernah berhenti, menjadi pekerjamu yang tak pernah lelah, mendoakan selalu kebaikan dan taufiq untukmu, aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari hingga engkau dewasa, badanmu telah menjadi tegap, ototmu yang kekar, jambang dan kumismu yg tipis telah menghiasi wajahmu telah menambah ketampananmu Anakku.Tatkala itu akau mulai melirik demi mencari pasangan hidupmu, semakin dekat hari perkawinanmu semakin dekat pula hari kepergianmu.Tatkala itu hatiku serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini bahagia telah bercanpur dengan duka, tangis telah bercampur dengan tawa bahagia karena Engkau mendapatkan pasangan , engkau telah mendapatkan pendamping hidup, dan sedih karena engkau adalah pelipur hati yang akan berpisah dengan diriku.Waktupun berlaulu seakan-akan aku menyeretnya dengan berat, kiranya setelah perkawinan aku tidak mengenal dirimu, senyummu yang selama ini menjadi pelipur dukaku, sekarang telah sirna bagai matahari ditutupi kegelapan malam, tawamu selama ini kujadikan buluh perindu kini telah tenggelam seperti batu yang dijatuhkan kedalam kolam yang hening dengna dedaunan yg berguguran, aku benar-benar tidak mengenalmu karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.
Terasa lama hari-hari kulewati hanya untuk melihat rupamu, detik demi detik kuhitung demi mendengar suaramu, akan tetapi penantianku serasa sangat panjang . Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk menanti kedatanganmu setiap berderit pintu akau menyangka bahwa engkaulah itu, setiap telepon berdering aku menyangka bahwa Engkau yang menelpon, setiap suara kendaraan yang lewat aku menyangka bahwa engkau yang datang, akan tetapi semua tidak ada, penantianku sia-sia, harapanku hancur berkeping-keping, yang ada hanya keputusasaan, yang tersisa hanya kesedihan dari semua keletihan dari semua keletihan yg selama ini kurasa, sambil menangisi diri dan nasib yang telah ditakdirkan oleh Allah”.
“Anakku....Anakku..…, Ibu tidaklah meminta banyak, Ia tidaklah menagih yang bukan-bukan, yang Ibu pinta kepadamu jadikan Ibumu sebagai sahabat, jadikan Ibumu yang malang ini sebgai permbantu di rumahmu, agar Ibu bisa menatap wajahmu, agar Ibu bisa mengingat hari-hari bahagia masa kecilmu, dan ibu memohon padamu nak , janganlah engkau pasang jerat permusuhan denganku, jangan buang wajahmu ketika Ibu hendak memandang wajahmu.Yang Ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumahmu Ibumu, rumahmu ibumu sebagai tempat persinggahanmu agar engkau dapat sekali-kali dapat singgah kesana walaupun hanya satu detik.Jangan Ia jadikan tempat sampah yang tidak pernah Engkau kunjungi atau sekiranya Engkau datang sambil engkau tutup hidungmu dan kaupun berlalu pergi”.
“Anakku, telah bungkuk pula punggungku, bergetar pula tanganku karena badanku telah dimakan oleh usia, dan telah digerogoti oleh penyakit.Berdirinya seharusnya telah dipapah, berdirinya seharusnya telah dibopong akan tetapi yang tidak pernah sirna adalah cintaku kepadamu masih seperti dulu, masih seperti lautan yang tidak pernah kering, masih seperti angin yang tidak pernah berhenti, sekiranya engkau dimuliakan saja satu hari oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikan dengan kebaikan sedangkan Ibu………..mana balas budimu?mana balas baikmu?bukankah air susu dibalas dengan air serupa?dan bukankah Allah ta’ala telah berfirman “Bukankah balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan yang serupa”.Sudah keraskah hatimu? sudah jauhkah dirimu?setelah berlalunya hari, berselangnya waktu.
“Wahai Anakku setiap kali aku mendengar kau bahagia dengan hidupmu, setiap kali itu bertambah kebahagiaank, bagaimana tidak karena Engkau buah dari kedua tanganku, Engkau adalah hasil keletihanku, Engkaulah laba dari usahaku.Dosa apakah yg telah kuperbuat sehingga kau jadikan Aku musuh bebuyutanmu?apakah Aku pernah salah dalam suatu waktu kepadamu?ataukah Aku pernah berbuat lalai dalam melayanimu?tidakkah Kau jadiksn Aku sebagai pembantumu yang terhina diantara pembantu-pembantumu yang mereka semua telah kau beri upah?tidakkah Egkau berikan sedikit perlindungan kepadaku dibawah naungan kebesaranmu?dapatkah Engkau menganugerahkan sedikit kasih sayang demi mengobati derita orang tua yang malang ini?dan Allah Subbhanallahu wata’ala mencintai orang-orang yang berbuat baik
“Wahai Anakku, Aku hanya ingin melihat wajahnu dan aku tidak menginginkan yang lain”.
“Wahai Anakku, hatiku terasa teriris, air mataku mengalir, sedangkan Engkau sehat wal afi’at.Orang sering mengatakan Engkau adalah laki-laki yang supel, dermawan dan berbudi.Anakku.Apakah hatimu tidak tersentuh oleh wanita tua yang lemah, binasa dimakan rindu berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaaan?kenapa?tahukah Engkau itu?karena Engkau telah berhasil mengalirkan airmatany!, karena Engkau telah membalasnya dengan luka dihatinya! karena Engkau telah menikamnya denga belati durhakamu tepat menghujam jantungnya! Karena Engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturahmi”,
“Wahai Anakku, Ibumu inilah sebenarnya pintu surge, maka titilah jembatan itu menujunya, lewatilah jalan itu dengan senyum yang manis, kemaafan dan balas budi yang baik, semoga Aku bertemu Engkau disana dengan kasih sayang Allah ta’ala sebgaiaman dalam hadits “Orang tua adalah pintu surga yang ditengah, sekiranya Engkau mau sia-siakanlah pintu itu atau jagalah”(H.R. Imam Ahmad)”.
“Anakku, Aku mengenalmu sejak dahulunya, semenjak Engkau telah beranjak dewasa,Engkau sangat tamak terhadap pahala, Engkau selalu bercerita tentang keutamaan shalat berjamaah, Engkau selalu bercerita kepadaku tentang keutamaan shof pertama dalam shalat berjamaah, Engkau selalu mengemukakan tentang infaq, tentang bersedekah, akan tetapi ada satu hadits yang Kau lupakan Anakku bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam telah bersabda sebagaimana telah diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud. Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda “ wahai Rasulallah amalan apa yang paling mulia, Beliau berkata Sholat pada waktunya, aku berkata kemudian apa ya Rasulullah?Beliau berkata berbakti kepada kedua orang tua.Aku berkata kemudian wahai Rasulallah, beliau menjawab jihad di jalan Allah lalu Beliau diam, sekiranya Aku bertanya lagi niscaya Beliau akan menjawabnya”(muttafaqun ‘alaih).
“Wahai Anakku, ini Aku Ibumu, pahalamu, tanpa Engkau harus memerdekakan budak, atau banyak-banyak berinfaq, tanpa engkau banyak-banyak bersedekah, Akulah pahalamu.Pernahkah Engkau mendengar seorang yang meninggalkan keluarga dan anak-anaknya berangkat jauh dari negeri untuk mencari tambang emas?Pernahkah engkau mendengar cerita itu?Seorang suami meninggalkan Isteri dan Anak-anaknya berangkat jauh ke negeri seberang, ke negeri entah berantah untuk mencari tambang emas untuk menghidupkan keluarganya.Dia salami satu persatu ,dia ciumi Isterinya, dia sayangi Anak-anaknya, Dia mengatakan ,Ayahmu, Ayah kalian wahai Anak-anakku Aku akan berangkat yang Ayah sendiri tidak tah , Ayah akan mencari emas, rumah kita yan g reot ini jagalah, Ibu kalian yang tua renta ini jagalah. Berangkatlah suami tersebut, suami yang berharap pergi jauh untuk mencari emas, untuk membesarkan Anak-anaknya, untuk membangun istana dari rumah reot. Akan tetapi apa yang terjad? setelah 30 tahun dalam perantauan yang Ia bawa tangan hampa dan kegagalan, Dia gagal dalam usahanya, pulanglah Ia ke kampungnya. Sampailah Ia ke tempat dusun yang ia tempati selama ini, apalagi yang terjadi di tempat itu setibanya ditempat lokasi rumahnya? kiranya matanya terbelalak, Ia meliha tidak lagi gubuk reot yang ia tempati bersama keluarga dan Anak-anaknya akan tetapi ia melihat perusahaaan tambang emas yang besar.Itulah perumpamaanmu dengan kebaikan Anakku.Engkau berletih mencari pahala, tapi Engaku lupa didekatmu ada pahala yang besar , disampingmu ada yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu.Bukankah keridhoanku adalah keridhoan Allah dan bukankah kemurkaanku adalah kemurkaan Allah Anakku”.
“Anakku, Aku takutkan Engkau, Engkaulah yang dimaksudkan oleh Nabi Shalallahu a’alihi wassalam didalam haditsnya “Celaka seseorang..Celaka seorang anak…..celaka seorang anak…..Siapa ya Rasulallah?Seorang yang mendapatkan kedua orang tuanya, satu atau keduanya akan tetapi tidak membuatnya masuk surga (H.R. Imam Muslim)”.
“Anakku,…..Anakku…..Aku tidak akan angkat keluahanku ini ke langit, Aku tidak akan keluhkan dukaku ini kepada Allah karena sekiranya keluhan ini, jika seandainya telah membumbung menembus awan melewati pintu-pintu langit maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan yang tidak ada obat dan tabib yang mampu mengobatinya.Aku tidak akan melakukannnya Anakku..…..tidak..…., bagaimana Aku akan melakukannya sedangkan Engkau adalah jantung hatiku, bagaimana Ibu ini kuat menengadahkan tangan ke langit sedangkan Engkau pelipur lara hatiku, bagaimana Ibu tega melihatmu merana terkena doa mustajab, padahal bagiku Engkau adalah kebahagiaan hidup.Bangunlah nak…...bangunlah nak..….Bangkitlah nak….uban sudah mulai merambat di kepalamu, akan berlalu masa sehingga Engkau akan tua juga, sebagaimana engkau akan berbuat sebegitulah orang akan berbuat kepadamu, ganjaran sesuai dengan amalan yang telah Engkau tanam, Engkau akan memetik sesuai apa yang Engkau tanam. Aku tidak ingin Engkau menilis surat ini……Aku tidak ingin Engkau menulis surat ini dengan air mata yang sama kepada Anak-anakmu.sebgaimana Aku telah menulisnya kepadamu.
“Wahai Anakku, bertaqwalah Engkau kepada ALLAH, takutlah Engkau kepada Allah, berbaktilah kepada Ibumu, peganglah kakinya sesungguhnya surge di kakinya, basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya, kencangkan tulang ringkihnya, dan kokohkan badannya yang telah lapuk.
Anakku, setelah Engkau membaca surat ini, terserah padamu, apakah Engaku sadar dan Enkau akan kembali atau Engkau akan merobeknya
(Dari Ibumu yang merana)
Itulah, surat yang ditulis oleh seorang Ibu yang luar biasa kepad bujangnya, kepada anaknya yang telah menikah yag telah mendapatkan anak, perasan ibu yg sangat sensitif.
Sekarang mari kita dengar apa yang dibalas oleh Anak tersebut?dengan ucapan apa Dia bisa menulis, dengan perkataan apa Dia bisa menjawab surat yang datang dari Ibunya tersebut??mari kita dengar!di sana inti permasalahan.
Banyak permasalahan berbakti masalah durhaka seorang Anak berada di puncak-puncaknya ketika seorang telah menikah dengan seorang gadis.Apa kata Anak tersebut, mari kita dengar balasan surat balasan itu.
Maka setelah beberapa minggu Anak itu mendapatkan titipan surat dari ibunya maka ia membalasnya,
‘Kepada yang tercinta Bundaku yang tersayang,
“Segala puji bagi Allah yang talah memuliakan kedudukan bagi orang tua dan menjdaikan mereka pintu tengah menuju surga, sholawat serta salam hamba yang lemah ini panjatkan ke haribaan Nabi yang mulia keluarga serta para shabatnya.hingga hari kiamat.
“Ibu aku terima surat yang engkau tulis dengan tetesan air mata dan luka, aku telah membaca semuanya tidak ada satupun huruf yang aku sisakan tapi tahukah kau ibu bahwa aku membacnya semenjak shalat isya’ aku tutup pintu kamar aku buka surat yang tuliskan untukku dan aku selesaikan membacanya setelah ayam berkokok setelah fajar telah terbit dan adzan pertama telah dikumandangkan.Sebenarnya surat yang engkau tulis tersebut ditaruh diatas batu pasti akan pecah, jika engkau letakkan diatawsa daun yang hijau tentu ia akan kering.Sebenarnyalah surat yang engkau tulis tersebut tidak akan termakan oleh ayam tidak akan tertelan oleh itik.Sebenarnyalah suratmu itu ibu bagiku bagaikan perit kemurkaan, jika di lecutkan ke pohon yang besar ia kan rebah dan terbakar.Suratmu ibu bagaikan awan kaum Samud yang dating berarak yang siap dimuntahkan kepadaku.
“Ibu aku telah baca suratmu, sedangkan airmataku tak pernah berhenti, bagaimana tidak jika senadainya surat itu ditulis bukan seorang ibu dan ditulis bukan ditujukan kepadaku layaklah orang yang paling bebal untuk menangis sejadi-jadinya, bagaimana kiranya yang menulis surat ini adalah ibuku sendiri dan surat itu ditujukan untukku sendiri..
“Sungguh aku erring membaca kisah sedih tidak terasa bantal telah dijadikan sandaran telah menjadi basaholeh air mata, bagaimana pula surat yangtelah ibu tulis itu bukan cerita yang Ibu karangatau sebuah drama yang ibu perankan akan tetapi dia adalah knyataan hidupyang Ibu rasakan”.
Ibuku yang kusayangi….Ibuku yang kusayangi….sungguh berat cobaanmu…sungguh malang pederitaanmu semua yang telah engkau sebutkan benar adanya, aku masih ingat ketika engkau ditingkalkan Ayah pada masa Engkau hamil tuamengandung adikku, Ayah pergi entah kemana tanpa meninggalkan uang belanja jadilah Engkau mencari apa yang bisa dimasak disekitar rumah dari dedaunan dan tumbuhan, dengan jalan barat Engkau melangkai ke kedai untuk membeli ala kadarnya sambil Engkau membisikkan kepada penjual bahwa apa yang Engkau ambil tersebut hutang, hutang yang Engkau sendiri tidak tahu kapan Engkau akan melunasinya”.
“Ibu aku masih ingat ketika kami anak-anakmu menangis untuk dibuatkan makanan, engkau tiba-tiba menggapai atap dapur untuk mengambil kerak nasi yang telah lama Engkau jemur dan keringkan, tidak jarang pula Engaku simpankan untukku sepulang sekolah tumbung kelapa hanya untuk melihat aku mengambilnya segera.Atau aku masih ingat Engkau sengaja ambilakan air didih dari nasi yang sedang dimasak, ketika Enkau temukan Aku dalam keadaan sakit demam.
“Ibu….maafkanlah Anakmu ini, Aku tahu bahwa semenjak Engkau gadis sebagaimana yang diceritakan oleh neneksampai engkau telah tua sampai sekarang, engkau belum pernah mengecap kebahagiaan.Duniamu hanya rumah serta halamannya, kehidupanmu hanya dengan Anak-anakmu.Belum pernah aku melihat Engkau tertawa bahagia kecuali ketika kami anak-anakmu datang ziarah kepadamu.Selain dari itu tidak ada kebahagiaan.hari-harimu adalah perjuangan.Semua hidupmu hanya pengorbanan”.
“Ibu…..maafkan Anakmu ini!Semenjak Engkau pilihkan untukku seorang Isteri, wanita yang telah kau puji sifatdan akhlaknya, yang telah Engkau sanjung pula suku dan negerinya!!Engkau katakana itu kepadaku, “Ambillah Ia sebagai Isterimu, gadis yang pemalu yang pandai bergaul, cantik dan berakhlak mulia, punya hasab dan nasa”.
“Semenjak itu pula,aku seakan-akan lupa denganmu.Keberadaan dia sebagai Iseteriku telah membuat aku lupa posisi Engkau sebagai Ibuku, senyuman dan sapaannya telah membuatku terlena dengan sapaan dan himbauanmu”.
“Ibu……Aku tidak menyalahkan wanita pilihanmu tersebut, karena ia telah menunaikan kewajibannya sebagai seorang Isteri, terutama perhatiannya dalam berbakti kepadamu, sudah berapa kali Ia memintaku untuk menyediakan waktu untuk menziarahimu.Hari yang lalu Ia telah membuatkan makanan buatmu, akan tetapi aku tidak punya waktu untuk mengantarkannya, hingga makanan itu menjadi basi…..”.
“Aku berharap pada permasalahan ini engkau tidak membawa-bawa namanya dan mengaitkan kedurhakaanku kepadamu karenanya. Karena selama ini, di mataku dia adalah isteri yang baik, isteri yang telah berupaya berbuat banyak utnuk kebahagiaan rumah tangganya.”
“Ibu……Ketika seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita, maka seolah-olah dia telah mendapatkan permainan baru, seperti anak kecil mendapatkan boneka, atau orang-orangan. Sekali lagi maafkan aku! Aku tidaklah membela diriku karena dari awal dan akhir pembicaraan ini kesalahan ada padaku….anakmu ini!!Akan tetapi aku ingin menerangkan keadaan yang kau alami, perubahan suasana setelah engkau dan aku berpisah dan perubahan jiwa ketika aku tidak hanya mengenal dirimu, tapi kini aku telah mengenal satu wanita lagi.”
“Ibu……Perkawinanku membuatku masuk ke dunia baru, dunia yang selama ini tidak pernah aku kenal, duia yang hanya ada aku, isteriku, dan anakku!!Bagaimana tidak, isteri yang baik dan anak-anak yang lucu-lucu!!MAafkan aku Ibu….Aku merasa dunia ini hanya milik kami, aku tidak peduli dengan keadaan orang lain, yang penting bagiku adalah keadaan mereka.”
“Inu…..Maafkan aku Anakkmu!!Aku telah telah lalai….Aku telah lupa…Aku telah menyianyiakanmu!Aku pernah mendengar kajian, bahwa orang tua difitrahkan untuk cinta kepada Anaknya dan anak difitrahkan untuk menyianyiakan orang tuanya. Oleh sebab itu dilarang mencintai anak secara berlebih-lebihan dan anak dilarang berbuat durhaka kepada orang tuanya.’
“Itulah yang terjadi pada diriku wahai Ibu!!Aku seperti orang linglung ketika melihat Anakku sakit, aku seperti orang kebingungan ketika melihat Anakku diare. Tapi itu sulit aku rsakan jika hal itu terjadi padamu atau pada Ayah.”
“Ibu….sulit aku merasakan perasaanmu!!kalaulah bukan karena bimbingan agama yang telah lama engkau talqinkan padaku, tentu aku telah seperti anak-anak yang durhaka kepada orang tuanya!!Kalaulah bukan karena baktimu pula kepada orang tuamu dan orang tua Ayah niscaya aku tidak pernah mengenal arti bakti kepada orang tua.”
“Setelah suratmu datang, barulah aku mengerti!!Karena selama ini hal itu tidak pernah engkau ungkapkan, semuanya engkau simpan dalam-dalam seperti semua permasalahan berat engkau hadapi selama ini.”
“Sekarang baru aku mengerti, bahwa hari yang sulit bagi seorang Ibu, adalah hari dimana anaknya telah menikah dengan seorang wanita. Dimatanya wanita yang telah mendampingi putranya itu adalah manusia paling beruntung.”
“Bagaimana tidak!!Dia dapatkan seorang laki-laki telah matang pribadi dan matang ekonomi dari seorang Ibu yang telah letih membesarkannya. Dengan detak jantungnya ia peroleh kematangan jiwa dan dari uang Ibu itu pula Ia dapatkan kematangan ekonomi. Sekarang dengan ikhlas Ia berikan kepada seorang wanita yang tidak ada hubungan dengannya, kecuali hubungan dua wanita yang saling berebut perhatian seorang laki-laki. Laki-laki sebagai anak dai Ibunya dan ia sebagai suami dari isteri.nya.”
“Ibuku sayang……”
“Maafkan Aku Ibu!!!Ampuni diriku, satu tetes air matamu adalah lautan api bagiku. Janganlah engkau menangis lagi, jangan Engkau berduka lagi!!Karena duka dan tangismu menambah dalam jatuhku ke dalan api neraka!!Aku takut Ibu….Aku Cuma cemas dengan banyaknya dosaku kepada ALLAH sekarang bertambah pula dengan dosaku terhadapmu. Dengan apa Aku mendapat ridho ALLAH, sekiranya Engkau tidak meridhoiku. Apa gunanya semua kebaikan sekiranya di matamu aku tidak punya kebaikan!!Bukankah ridho ALLAH tergantung dari ridhomu dan sebaliknya, bukankah kemurkaan ALLAH tergantung dengan kemurkaanmu!!Tahukah Engkau Ibu, seburuk-buruknya diriku, aku masih merasakan takut kepada murka ALLAH!!Apalah jadinya hidup jika hidup penuh dengan murka dan laknat serta jauh dari berkah dan nikmat.”
“Kalau akan murka pula itu yang akan aku peroleh, izinkan aku membuang semua kebahagiaanku selama ini, demi hanya untuk menyeka air matamu!Kalau akan engkau murka kepadaku, izinkan aku datang kepadamu membawa segala yang aku milikilalu menyerahkannya kepadamu, lalu terserah engkau, mau Engkau perbuat apa?!’
“Sungguh aku tidak mau masuk neraka!Sekalipun wahai Bunda, aku memiliki kekuasaan seluas Fir’aun, mempunyai kekayaan sebanyak kekayaan Qarun dan mempunyai keahlian setingi ilmu Haman. Pastikan wahai Bunda, tidak akan aku tukar dengan kesengsaraan di akhirat sekalipun sesaat. Siapa pula yang akan tahan dengan azab neraka wahai Bunda.”
“Ibu maafkan anakmu!!Adapun sebutanmu tentang keluhan dan pengaduan kepada ALLAH ta’ala bahwa engkau belum mengangkatnya ke langit! Maka ampun wahai Ibu!Aku angkat seluruh jemariku dan sebelas dendan kepala untuk mohon maaf kepadamu!!Kalaulah itu yang terjadi, doa itu tersampaikan!Salah ucap pula lisanmu!Apalah jadinya nanti diriku!Tentu kebinasaan yang telak. Tentu diriku akan menjadi tunggul yang tumbang disampabr petir, apalah gunanya kemegahan sekiranya Engkau doakan atasku kebinasaan, tentu aku akan menjadi pohon yang tidak berakar kebumi dan dahannya tidak sampai ke langit, di tengahnya dimakan kumbang pula!”
Kalaulah doamu terucap atasku, wahai Ibu!MAka tidak ada lagi gunanya hidup, tidak ada lagi gunanya kekayaan, tidak ada lagi gunanya banyak pergaulan.”
“Ibu….Dalam sepanjang sejarah anak manusia yang kubaca, tidak ada orang yang bahagia setelah terkena kutuk orang tuanya. Itu di dunia, maka aku tidak dapat bayangkan terkena kutuk di akhirat, tentu lebih sengsara.”
“Ibu….Setelah membaca suratmu, baru aku ,menyadari kekhilafan, kealfaan dn kelalaianku. Suratmu akan kujdaikan “jimat” dalam hidupku, setiap kali aku lalai dalam berkhidmat kepadamu akan aku baca ulang kemabali, tiap kali aku lengah darimu akan kutalqin diriku dengannya. Akan kusimpan dalam lubuk hatiku sebelum aku menyimpannya dalam kotak wasiatku. Akan aku sampaikan kepada anak keturunanku bahwa Ayah mereka dulu pernah lalai dalam berbakti, lalu ia sadar dan kembali kepada kebenaran, Ayah mereka pernah berbuat salah, sehingga Ia telah menyakiti hati orang yang seharusnya Ia cintai, lau Ia kembali kepada petunjuk.”
“Tua…..siapa yang tidak mengalami ketuaan wahai Bunda! Badanku yang saat ini tegap, rambutku hitam, kulitku kencang, akan datang suatu masa badan yang tegap itu akan ringkih dimakan usia, rambut yang hitam akan dipenuhi uban ditelan oleh masa dan kulit yang kencang akan menjadi keriput ditelan oleh zaman.”
“Burung Elang yang terbang di angkasa, tidak pernah bernain kecuali ditempat yang tinggi, suatu saat nanti ia akan jatuh jua dikejar dan diperebutkan oleh burung kecil lainnya. Singa si raja hutan yang selalu memangsa, jika telah tiba tuanya, dia akan dikejar-kejar oleh anjing kecil tanpa perlawanan. Tidak ada kekuasaan yang kekal dan tidak ada kekayaan yang abadi, yang tersisa hanya amal buruk yang akan dipertanggungjawabkan.”
“Ibu, doakan Anakmu ini agar menjadi Anak yang berbakti kepadamu dimasa banyak Anak yang durhaka kepada orang tuanya. Angkatlah ke langit munajatmu untukku agar Aku memperoleh kebahagiaan abadi di dunia dan di akhirat.”
“Ibu….., sesampainya suratku ini, insya ALLAH, tidak akan ada lagi air mata yang jatuh karena ulah Anakmu, setelah ini tidak ada lagi kejauhan antaraku denganmu, bahagiamu adalah bahagiaku, tawamu adalah tawaku dan tangismu adalah tangisku. Aku berjanji untuk selalu berbakti kepadamu buat selamanya dan aku berharap aku dapat membahagiakanmu selagi mataku masih bisa berkedip.”
“Bahagiakanlah dirimu….buanglah segala kesedihan, cobalah tersenyum!Ini kami, aku, isteri, dan anak-anak sedang bersimpuh di hadapanmu, mencim tanganmu.”
“Salam hangat dari Anakmu.”
*) Di sadur dari Buku KUTITIP SURAT INI UNTUKMU Karya Ustadz Armen Halim Naro
Komentar
Posting Komentar